Sexy Red Lips

Senin, 05 September 2016

Analisis Risiko Usaha Kecil Di Yogyakarta
HALLOOO!!
Pada hari Selasa tepatnya pada tanggal 23 Agustus lalu, kami melakukan wawancara dengan ketua paguyuban pengrajin kulit di Desa Manding yang bernama Bapak Jumari. Wawancara kami lakukan dari pukul 10.00-12.00 WIB. Dari seturan kami meluncur jauh ke jalan parangtritis tepatnya di Desa Wisata Manding. Wawancara ini (Puji Tuhan) berjalan dengan lancar. Dalam wawancara ini kami mendapatkan banyak pengetahuan tentang kerajinan daerah di Yogyakarta dan mengetahui bagaimana bisnis usaha kecil tersebut.
Oke guys kali ini kita akan membahas beberapa hal :
I.                    Profil Perusahaan
Industri Kerajinan Kulit Manding berdiri sejak tahun 1947. Seperti halnya Cibaduyut di Jawa Barat, Manding sendiri merupakan sebuah kawasan industri dimana terdapat sekitar 42 rumah penduduk yang juga berprofesi sebagai pengrajin kulit yang berlokasi di persimpangan Jalan Parangtritis Km 11 atau lebih tepatnya di Jalan Dr. Wahidin Sudiro Husodo, Manding, Sabdodadi, Bantul.
Awal dari ide Manding ini adalah dari seorang abdi dalem yang membuat pelana kuda di Museum Kencana. Ketika orang-orang melihat, maka mereka membuat dan meniru, selama 1947-1957 mereka berinovasi. Karena mereka membuat pelana namun tidak memiliki kuda, mereka berinovasi membuat barang, tas-tas, bentuk beragam dan kerajinan lainnya hingga dapat seperti sekarang ini, menjadi inovasi yang memiliki nilai Seni, Unik, dan Kreatif.
II.                  Identifikasi dan Analisis Bisnis Perusahaan
Berbagai kerajinan kulit yang dibuat adalah gantungan kunci, dompet, figura, sepatu hingga tas. Di kawasan Manding terdapat sekitar 40 rumah penduduk yang merupakan pengrajin kulit.
Namun, kita tidak akan menjumpai kerajinan kulit berlabel Manding dari Bantul karena para pengrajin hanya membuat pesanan akan tetapi produk-produk tersebut di beri label negara lain. Menurut narasumber, apabila produk di beri label Manding, maka target pasar akan sangat sempit dibanding jika menggunakan label luar negeri. Meskipun pemerintah sudah meminta agar diberi label Manding saja, namun bagi para penduduk, pemerintah belum bisa konsisten dengan peraturannya tersebut. Para pengrajin berpendapat seharusnya pemerintah juga menyediakan pasar bagi produk-produk kerajinan tersebut jika berani untuk menganjurkan agar para penduduk memberi label Manding sendiri.
Sistem Ekspor
Sistemnya memesan selama 3 bulan dan dibayar DP di depan, lalu setelah 3 bulan barang dikirim, baru di lunasi, dan pesan kembali. Kerajinan di Manding menjual ke Spanyol, Inggris, dan 15 negara lainnya. Sistem ini menggunakan sistem kemitraan. Menurut Notoadmojo, kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompokkemitraan juga merupakan suatu kerja sama formal antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tetentu.

III.                Identifikasi dan Analisis Risiko Perusahaan
Bisnis kerajinan kulit tentu memiliki berbagai risiko. Salah satunya risiko murni, yaitu risiko yang tidak disengaja dan tidak dapat dikendalikan.
Risiko tersebut adalah:
Pada 2006, kegiatan operasional sempat berhenti total dikarenakan gempa yang berpusat di Bantul sehingga kawasan Manding pun terkena dampaknya. Setelah kejadian tersebut, para pengrajin merintis kembali bisnis-bisnis mereka. Karena bagi para pengrajin, kegagalan merupakan awal dari keberhasilan dan mereka sudah mengalami bagaimana merintis karir dari belum bisa membuat kerajinan dari kulit, maka untuk merintis bisnis kembali mereka tidak keberatan. Dari yang tadinya ada sekitar 69 rumah produksi, setelah hancur, tinggal menjadi 42 yang masih merintis lagi.
Risiko lain dari bisnis kerajinan ini adalah dari pihak eksternal. Para pengrajin di Desa Manding memperbolehkan pengunjung untuk belajar membuat kerajinan sendiri dan boleh dibawa pulang. Peluang ini juga sering digunakan oleh beberapa oknum untuk membuat kerajinan dan menjualnya sendiri di rumah. Dewasa ini, banyak mahasiswa yang datang dan beralibi mewawancarai narasumber atas dasar tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah, padahal pada kenyatannya para mahasiswa ini hanya ingin “mencuri” informasi-informasi yang telah diberikan narasumber. Pada akhirnya mereka akan “membisniskan” hal ini dengan menggunakan sosial media. Harga yang ditawarkan oleh para mahasiswa ini lebih tinggi daripada harga yang ditetapkan oleh para pengrajin di Desa Manding ini. Secara diam-diam mereka melakukan hal tersebut tanpa sepengetahuan dari para pengrajin. Hal inilah yang menjadi “momok” para pengrajin disini.
Masih risiko dari eksternal, harga dari barang pun sangat berfluktuasi karena menyesuaikan dengan harga kulit sapi sebagai bahan baku, dan berbagai harga bahan lain yang tidak menentu juga. Bisnis seperti yang dilakukan masyarakat di Desa Manding sejauh ini baru dari generasi pertama. Berarti para perintis sampai tahun ini sudah semakin bertambah usianya. Meskipun dalam berwirausaha tidak ada batasan usia bekerja, namun tentu saja suatu saat cepat atau lambat para pengrajin perintis ini membutuhkan sumber daya manusia baru sebagai penerus usaha mereka dan juga agar dapat mempertahankan kekhasan dari kawasan Manding tersebut. Sedangkan pada zaman sekarang, dimana generasi Y yang mulai memasuki usia produktif, kurang berminat untuk mempelajari kebudayaan semacam seni kerajinan. Sayangnya, hal ini belum disadari oleh para pengrajin sebagai sebuah risiko statis dari sebuah bisnis.
Untuk masalah menghadapi MEA, mereka tidak menjadikan masalah, apabila banyak mancanegara yang datang, mereka justru bersedia mengajari. Namun, hal yang mereka takutkan adalah jika orang mancanegara dapat mengambil alih tanah di daerah manding, membuat pabrik dan memberdayakan masyarakat sekitar, dan memproduksi sendiri seperti produk manding.

IV.               Strategi Perusahaan dalam Mengelola Risiko
Berdasarkan hasil wawancara, kami menyimpulkan bahwa dalam berbisnis kerajinan kulit, warga justru tidak terlalu memikirkan risiko yang ada. Salah satunya, ketika terjadi gempa 2006 silam, warga dengan semangat merintis kembali bisnis kerajinan kulit mereka dan dengan dukungan dari berbagai pihak tentunya.
Risiko eksternal yang ada seperti naik-turunnya harga rupiah, mereka hanya menyesuaikan harga yang ada dan tidak khawatir akan kemungkinan berkurangnya permintaan.
Mereka juga membuka pintu selebar-lebarnya bagi pelajar maupun wisatawan yang mau belajar membuat kerajinan kulit tanpa takut tersaingi meskipun sudah ada kejadian nyata. Namun untuk masalah yang satu ini, mereka tidak seratus persen tutup mata, karena mereka terus berupaya untuk meningkatkan kualitas produk agar tetap menghasilkan produk yang kompetitif.


V.                 Analisis dan Pendapat Kelompok
Menurut kelompok kami, jika dilihat secara keseluruhan, sebenarnya para pengrajin di Manding lebih berorientasi pada uang bukan pada pengembangan kerajinan daerah di Manding itu sendiri. Mereka cenderung tidak mempedulikan masalah-masalah diluar pendapatan yang mereka terima, seperti halnya labeling, fluktuasi nilai tukar rupiah dan MEA.
·         Labeling
Menurut mereka masalah labeling ini tidak terlalu penting. Mereka meng-ekspor ke Luar negri namun tidak memberi label, namun justru diberi Label oleh Business Buyer mancanegara lalu dijual dengan harga lebih dari 10x lipat lebih besar dari saat Buyer membeli di Manding. Mereka tidak menjadikan hal ini masalah karena mereka sudah nyaman dengan area segment pasar mereka. Mereka pun seperti menyalahkan pemerintah ketika tidak ada label dan segmen pasar. Padahal seharusnya, mereka memperhatikan hal ini. Labeling bisa di dapat dengan cara mendaftarkan ke pemerintahan. Dan segmen pasar bisa di dapat dengan cara pameran ke Luar negri agar produknya di kenal di mancangera, asli dari Manding, bukan hanya dari label buyer. Jika hal ini diterapkan, kemungkinan besar Manding justru akan dapat lebih sukses dengan “Harga Diri” mereka sendiri. Bukan hanyamenjadi pemasok Buyer.
·         Untuk fluktuasi nilai tukar rupiah, mereka tidak terlalu mempermasalahkan karena mereka adalah peng-eksport, sehingga justru mereka akan diuntungkan.
·         MEA, adalah salah satu risiko yang mengancam, karena mancanegara akan menjadi lebih mudah untuk mengetahui cara pembuatan kerajinan kulit di Manding dan bisa saja meniru dengan mudah dan memproduksi tanpa Lisensi dari Manding, hal ini dapat terjadi dan tidak dapat dipermasalahkan karena Manding tidak memiliki Label dan Hak cipta.

Ini ada beberapa foto nih waktu kita wawancara :






 Foto salah satu tas yang dijual disana: 


 Tampak Depan :

Tampak Belakang :